PENGANTAR ILMU PERTANIAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi Mata
Kuliah Umum Pengantar Ilmu Pertanian
DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :
1. Ayulia Ayunara
2. Cut Prilla
3. Nova Fitrah
Zahara
4. Risty Angelia
Putri
5. Taufiq Amru
6. Ulfiatus
Sofiana
7. Yulia Syafitri
Harahap
AGRIBISNIS ( SEP ) 2015/2016
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
PENDAHULUAN
Pertanian khusus nya di
indonesia,mulai berkembang sekitar tahun 1975 .Sejarah ada nya teknologi
pertanian di indonesia tidak dapat terlepas dari sejarah indnesia itu sendiri
.iindnesia yg pda era perang dunia pertama diduduki oleh kolonial belanda
menjadi “tempat”pertaniaan pemrintah kolonial hindia belanda dalm hal pemenuhan
kebutuhan mereka .Pertanian moderen meliputi lebih banyak dari pada pengeluaran
tradisional bagi makan manusia dan ternak .Abad ke20an merupakan perubahan terbesar dalam bidang pertanian,
terutamanya dalam chemistry agriculture (penggunaan bahan kimia dalam
pertanian)Ini termasuklah applikasi baja kimia, racun dan pengawalan serangga
perosak dan, analisa produk pertanian, dan pemakanan haiwan dan ternakan.Bermula
dari dunia barat, revolusi hijau telah menyemarakkan perubahan kepada tatacara
pertanian ke seluruh dunia.Perubahan lain dalam pertanian termasuklah penanaman
secara, hidroponik, pembiakan tanaman, penghibridan, manipulasi gen, pengurusan
nutrien tanah, dan kawalan rumpai.Penggunaan haiwan bukan sahaja untuk tujuan
pembiakan dan penternakan haiwan tetapi juga untuk daging atau hasil
sampingannya (seperti susu, telor, bulu) secara berterusan, dan juga sebagai pets
(haiwan kesayangan). Kejenteraan juga telah meninggikan pengeluaran dan
produktiviti pertanian dunia.
Revolusi Hijau memang mampu
meningkatkan produksi padi Indonesia dan mengubah posisi Indonesia dari negara
pengimpor beras terbesar menjadi negara berswasembada beras pada tahun 1984.
Meskipun demikian keberhasilan tersebut juga membawa dampak negatif. Pertama,
penggunaan padi unggul berproduksi tinggi ternyata diikuti oleh hilangnya benih
padi lokal yang dianggap sebagai benih padi bermutu rendah, karenanya petani
dilarang menanam padi varietas lokal. Meskipun demikian, daerah-daerah yang
tidak terjangkau paket teknologi Revolusi Hijau termasuk lahan-lahan marginal,
petani tetap memanfaatkan benih lokal yang telah beradaptasi dengan kondisi
lingkungan setempat. Kedua, Paket Revolusi Hijau mendesak berbagai teknologi
tradisional petani dalam mengelola sawah mereka. Sebagian besar petani
Indonesia sudah lupa bagaimana membuat kompos maupun menggunakan pupuk hijau,
karena telah tersedia pupuk kimia yang lebih praktis dan berhasil guna,
demikian pula teknologi tradisional memproses padi menjadi beras sudah hilang
digantikan dengan mesin penggiling padi.
Pemerintah Orde Baru dalam rangka meningkatkan perolehan devisa-menyerahkan pengusahaan hutan kepada pemilik modal besar melalui sistem HPH. Melalui sistem ini penerimaan devisa yang berasal dari kayu gelondong dan kayu lapis meningkat. Akan tetapi peningkatan devisa tersebut harus dibayar mahal ditinjau dari kerusakan lingkungan hutan tropika, penurunan keanekaragaman hayati, dan hilangnya kearifan lokal dalam upaya mengelola hutan sebagai sumber daya alam. Kemerosotan bahkan habisnya hutan tropika berakibat pada hilangnya pengetahuan tradisional penduduk lokal terhadap jenis-jenis tanaman yang memiliki khasiat obat.
Pemerintah Orde Baru dalam rangka meningkatkan perolehan devisa-menyerahkan pengusahaan hutan kepada pemilik modal besar melalui sistem HPH. Melalui sistem ini penerimaan devisa yang berasal dari kayu gelondong dan kayu lapis meningkat. Akan tetapi peningkatan devisa tersebut harus dibayar mahal ditinjau dari kerusakan lingkungan hutan tropika, penurunan keanekaragaman hayati, dan hilangnya kearifan lokal dalam upaya mengelola hutan sebagai sumber daya alam. Kemerosotan bahkan habisnya hutan tropika berakibat pada hilangnya pengetahuan tradisional penduduk lokal terhadap jenis-jenis tanaman yang memiliki khasiat obat.
LATAR BELAKANG
Pertanian modern yang bertumpu pada
pasokan eketernal berupa bahan-bahan kimia buatan (pupuk dan pestisida),
membawa manusia kepada pemikiran untuk tetap mempertahankan penggunaan masukan
dari luar sistem pertanian itu, namun tidak mebahayakan kehidupan manusia dan
lingkungannya menimbulkan kekhawatiran berupa pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup, sedangkan pertanian tradisional yang bertumpu pada pasokan
internal tanpa pasokan eksternal menimbulkan kekhawatiran berupa rendahnya
tingkat produksi pertanian, jauh di bawah kebutuhan manusia. Kedua hal ini yang
dilematis dan hal ini telah (Mugnisjah, 2001). Pertanian modern dikhawatirkan
memberikan dampak pencemaran sehingga membahayakan kelestarian lingkungan, hal
ini dipandang sebagai suatu krisis pertanian modern.
Sebagai alternatif penanggulangan
krisis pertanian modern adalah penerapan pertanian organik. Kegunaan budidaya
organik menurut Sutanto (2002) adalah meniadakan atau membatasi kemungkinan
dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi. Pemanfaatan pupuk
organik mempunyai keunggulan nyata dibanding dengan pupuk kimia. Pupuk organik
dengan sendirinya merupakan keluaran setiap budidaya pertanian, sehingga
merupakan sumber unsur hara makro dan mikro yang dapat dikatakan cuma-cuma.
Pupuk organik berdaya amliorasi ganda dengan bermacam-macam proses yang saling
mendukung, bekerja menyuburkan tanah dan sekaligus menkonservasikan dan
menyehatkan ekosistem tanah serta menghindarkan kemungkinan terjadinya
pencemaran lingkungan. Dengan demikian penerapan sistem pertanian organik pada
gilirannya akan menciptakan pertanian yang berkelanjutan..
Dunia pertanian modern adalah dunia
mitos keberhasilan modernitas. Keberhasilan diukur dari berapa banyaknya hasil
panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin dianggap maju. Di Indonesia,
penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau,
sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan
menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an.
Gebrakan revolusi hijau di Indonesia
memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengkomando penanaman
padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan
lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada
dekade 1990-an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan
tanah merosot, ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan
pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah dikontrol pemerintah. Revolusi
Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah
peradaban manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan
memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani
merupakan komunitas mandiri.
Nenek moyang memanfaatkan pupuk
hijau dan kandang untuk menjaga kesuburan tanah, membiakkan benih sendiri,
menjaga keseimbangan alam hayati dengan larangan adat. Mereka mempunyai sistem
organisasi sosial yang sangat menjaga keselarasan, seperti organisasi Subak di
Bali dan Lumbung Desa di pedesaan Jawa.
Dengan pertanian modern, petani
justru tidak mandiri Padahal, FAO (lembaga pangan PBB), telah menegaskan
Hak-Hak Petani (Farmer‘s Rights) sebagai penghargaan bagi petani atas sumbangan
mereka. Hak-hak Petani merupakan pengakuan terhadap petani sebagai pelestari,
pemulia, dan penyedia sumber genetik tanaman.
Hak-hak petani dalam deklarasi
tersebut mencakup: hak atas tanah, hak untuk memiliki, melestarikan dan
mengembangkan sumber keragaman hayati, hak untuk memperoleh makanan yang aman,
hak untuk mendapatkan keadilan harga dan dorongan untuk bertani secara
berkelanjutan, hak memperoleh informasi yang benar, hak untuk melestarikan,
memuliakan, mengembangkan, saling tukar-menukar dan menjual benih serta
tanaman, serta hak untuk memperoleh benihnya kembali secara aman yang kini
tersimpan pada bank-bank benih internasional (Wacana, edisi 18, Juli-Agustus
1999).
Apa yang dikembangkan oleh para
ilmuwan telah membedakan mana yang maju dan terbelakang, modern dan
tradisional, serta efisien dan tidak efisien. Sedangkan buktinya, sistem
pertanian yang disebut sebagai yang terbelakang, tradisional dan tidak efisien
itu ternyata lebih bersifat ekologis, tidak merusak alam.
ISI
Pertanian
modern atau dikenal dengan istilah pertanian spesialisasi menggambarkan tingkat
pertanian yang paling maju. Keuntungan (profit) komersial murni merupakan
ukuran keberhasilan dan hasil maksimum per hektar dari hasil upaya manusia
(irigasi, pupuk, pestisida, bibit unggul, dll) dan sumber daya alam merupakan
tujuan kegiatan pertanian. Konsep-konsep teori ekonomi seperi biaya tetap dan
biaya variable, tabungan, investasi, dan jumlah keuntungan, kombinasi
faktor-faktor yang optimal, kemungkinan produksi yang optimum, harga-harga
pasar, semuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
A.
MANAJEMEN PERTANIAN MODERN
Obat – obatan
Manajemen pertanian modern menitik beratkan pada segi:
1. Produktivitas
Merupakan upaya untuk menaikkan jumlah produksi dari lahan pertanian yang
tersedia.
Faktor – faktor yang dapat menunjang hasil produksi antara lain:
- Lahan
- Kesuburan tanah
- Bibit yang di gunakan
- Tenaga kerja
- Pupuk
- Aspek manajemen pengolahan hasil
-Modernisasi alat pertanian
2.
Efisiensi
Efisiensi menurut pengertian ilmu ekonomi di bagi menjadi tiga :
-
Efisiensi teknis
-
Efisiensi alokatif (harga)
-
Efisiensi ekonomi
•
Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis apabila
faktor produksi yang di pakai menghasilkan produksi yang maksimum.
•
Efisiensi harga di lihat dari profit (keuntungan) yang di dapatkan.
•
Efisiensi ekonomi yaitu apabila usaha pertanian tersebut mencapai
efisiensi teknis dan harga
Di Indonesia Gebrakan
revolusi hijau terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengkomando
penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan
lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada
dekade 1990-an, petani mulai menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot,
ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida yang tidak
manjur lagi.
Contoh sistem pertanian modern
Corporate Farming adalah sebuah sistem pertanian dengan menerapkan cara
panggarapan lahan yang relatif luas secara bersamasama dalam satu sistem
pengelolaan oleh sebuah perusahaan atau korporasi.
B.
PEMANFAATAN TEKNOLOGI
TEKNOLOGI
PERTANIAN MODERN MELALUI BIOTEKNOLOGI
Kehadiran
revolusi genetika dalam pertanian melalui bioteknologi disambut gembira tidak
hanya oleh peneliti, tetapi juga oleh praktisi pertanian. Bioteknologi
merupakan teknologi yang memanfaatkan agen hayati (makhluk hidup) yang telah
mengalami rekayasa genetika atau bagian-bagian untuk menghasilkan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia dan lingkungannya.
Pada masa
lalu gen ditransfer melalui persilangan biasa atau cara konvensional pada
tanaman sekerabat. Misalkan padi atau jagung varietas yang satu dengan varietas
padi atau jagung varietas yang lain. Perkembangan teknologi pertanian modern melalui
bioteknologi dapat memindahkan gen dari spesies apa saja ke spesies lain
melalui berbagai cara, antara lain dengan pemanfaatan vektor pemindah gen.
Teknik semacam ini telah banyak dikembangkan untuk tanaman budidaya. Produk
rekayasa genetika jagung, kedelai dan kapas telah dihasilkan dan dijual oleh
perusahaan agrokimia multinasional seperti Novartis, Monsanto, Zeneca dan
lain-lain. Melalui bioteknologi diharapkan muncul tanaman tahan terhadap hama
dan penyakit, dapat tumbuh di lahan yang mempunyai kendala cekaman fisik (tanah
garaman, tanah masam, cekaman kekeringan dan lain-lain) sesuai dengan harapan
peneliti/pemulia tanaman. Bioteknologi manusia mampu melewati batasan biologi,
baik itu kelompok hewan, tumbuhan maupun mikroorganisme dalam memasukkan sifat
yang diinginkan.
Bioteknologi
dan industri bioteknologi dalam dasawarsa terakhir berkembang sangat pesat.
Tercatat sampai dengan tahun 1997 tidak kurang dari 124 "organisme
baru" terutama tanaman-tanaman transgenik (tanaman yang telah mengalami rekayasa
genetik) telah dimintakan izin dan dipatenkan untuk dibudidayakan dan
dipasarkan secara global. Ratusan ribu produk hayati termasuk di dalamnya
makhluk tanaman, hewan dan mikrob telah dipaten oleh negara-negara maju,
termasuk Amerika-Serikat, negara-negara Uni Eropa, dan Jepang.
Pengembangan
bioteknologi melalui rekayasa genetika berlandaskan pada keanekaragaman hayati
atau dapat dikatakan bahwa keanekaragaman hayati merupakan aset pengembangan
bioteknologi. Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati
terbesar di dunia, diikuti oleh Brazil, Zaire, dan negara-negara berkembang
lainnya. Dapat dipastikan bahwa negara-negara yang maju teknologinya adalah
negara-negara miskin keanekaragaman hayati, sedang negara yang kaya keanekaragaman
hayatinya terbatas kemampuan teknologinya. Diperkirakan di dunia ini terdapat 5
- 30 juta spesies (jenis makhluk hidup), dan hanya sekitar 1,4 juta yang telah
terindentifikasi secara ilmiah.
Di samping
nilai tambah ekonomis, pemanfaatan tanaman dan hewan yang telah mengalami
rekayasa mempunyai potensi merugikan terhadap keanekaragaman hayati dan
kesehatan lingkungan termasuk kesehatan manusia dan ternak. Sebagai contoh,
padi yang toleran herbisida akan memacu peningkatan pemakaian pestisida. Padi
yang diberi masukan berupa gen Bacillus thuringensis akan mengganggu
keseimbangan ekologi. Bacillus thuringensis (Bt) adalah mikroorganisme
yang menghasilkan racun yang menghalangi serangga hama secara alami. Bt
merupakan pestisida alami karena dapat mengendalikan hama tertentu yang
ditargetkan tanpa meninggalkan pengaruh pada mamalia, burung atau spesies
serangga dan mikroorganisme yang menguntungkan.
Produk
rekayasa genetika ternyata semakin meluas. Di Amerika Serikat areal pertanaman
yang menggunakan varietas rekayasa genetika telah meningkat dari enam juta are
pada tahun 1996 menjadi 30 juta are pada tahun 1997. Pada tahun-tahun mendatang
sekitar 40 persen tanaman kedelai di Amerika adalah kedelai yang dimodifikasi
secara genetik. Bahkan beberapa perusahaan besar telah mempunyai berbagai
varietas rekayas genetika yang telah memperoleh hak paten. Perusahaan
multinasional bioteknologi Monsanto telah mengembangkan benih terminator,
Novartis Swiss dengan Traitor dan Zeneca dengan Verminator yang intinya sama,
benih tersebut akan membunuh turunannya, kecuali diberi pemicu bahan kimia yang
diproduksi oleh perusahaan itu sendiri. Benih ini telah disusupi dengan gen
"suicide seed/benih bunuh diri "sehingga petani tidak akan dapat lagi
menyisihkan hasil panennya untuk dijadikan benih, karena turunan pertamanya
tidak dapat tumbuh. Setiap kali menanam, petani harus membeli benih dari
perusahaan/agen, sehingga ketergantungan petani terhadap benih tersebut makin
besar.
Banyak
negara menolak kehadiran benih hasil rekayasa genetika ini. Negara-negara Eropa
jelas-jelas menolak produk transgenik. Padahal produk pertanian Amerika
kebanyakan adalah hasil tanaman rekayasa genetika. Karena ditolak di
negara-negara Eropa yang sangat ketat peraturannya, boleh jadi produk-produk
tersebut dialihkan ke negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia yang
peraturannya masih longgar dan belum banyak tahu mengenai bahaya pangan hasil
tanaman transgenik. seperti dikemukakan oleh Geri guidetti dari The Ark
Institute bahwa: "tidak pernah sebelumnya manusia menciptakan bahaya yang
sedemikian besar, jauh dari pencapaian dan merupakan rencana sempurna yang
berpotensi untuk mengendalikan kehidupan, penyediaan pangan dan bahkan
kehidupan seluruh manusia di planet ini". Organisasi nonpemerintah di seluruh
dunia menolak keras suicide seeds yang dikenal sebagai teknologi terminator dan
banyak yang meminta agar dilarang. Seperti dikemukakan oleh Hope Sand dan Pat
Mooney dari RAFI (Rural Advancement Foundation International, Kanada)".
Teknologi tersebut mengancam keamanan pangan dan keanekaragaman hayati".
Pemanfaatan
teknologi melalui mesin modern
Penggunaan mesin mesin canggih dalam mengerjakan lahan akan menunjang
hasil produksi pertanian yang tinggi.
Contoh penggunaan mesin
modern
PEMANFAATAN
PRODUK BIOTEKNOLOGI
Pemanfaatan
kegiatan bioteknologi dalam berbagai bidang telah banyak dibuktikan, antara
lain dalam bidang pertanian, kehutanan dan perkebunan dalam meningkatkan daya
hasil dan kualitas hasil. Banyak hasil penelitian genetika molekuler yang
menunjukkan bahwa gen atau unsur-unsur genetik dari spesies apa saja dapat
dimanfaatkan untuk mengubah atau meningkatkan kemampuan ekspresi gen, dan
dengan demikian mengubah kemampuan hayati organisme budidaya. Sifat kemampuan
terakhir ini sangat menarik perhatian dan segi bisnis/industri bioteknologi.
Di antara
gen-gen yang paling banyak digunakan adalah gen toksin dari bacillus
thuringinsis, gen-gen dari bakteri untuk sifat toleran terhadap herbisida,
gen-gen antisense yang dapat menunda pemasakan buah, dan gen-gen dari hewan
untuk disisipkan pada tanaman budidaya untuk meningkatkan nilai gizi produknya.
Perkembangan terakhir menjurus pada usaha memanfaatkan tanaman sayur atau
buah-buahan sebagai sarana vaksinasi dengan menyisipkan gen-gen pembuat vaksin
pada tanaman sehingga dapat dikatakan makan buah sekaligus memperoleh vaksin.
Sekarang Astra Zeneca sedang menggunakan gen-gen toksin yang lebih ampuh
(potent) sebagai sarana antiserangga hama dengan sumber gen seperti funnelweb
spider Australia, kalajengking, lebah dan cone snails (Action Aid,
1999), bahkan tanaman yang memiliki ketahanan ganda terhadap lebih dari satu
macam herbisida. Beberapa bakteri telah dikembangkan untuk menghasilkan
senyawa-senyawa anti freeze yang melindungi tanaman dari pengaruh suhu
dingin yang mengurangi daya hasil. Dengan demikian nilai tambah ekonomik (economical
added value) terjadi dengan sangat mudah.
Penggunaan
produk bioteknologi (tanaman dan hewan transgenik) yang dipaten akan
menyebabkan ketergantungan yang makin meningkatkan petani dan peternak negara
berkembang kepada perusahaan-perusahaan multinasional besar milik negra-negara
industri. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa penggunaan varietas unggul di
Indonesia telah menyingkirkan/melupakan bahkan menelantarkan ribuan
varietas-varietas lokal sebelumnya yang beradaptasi kuat dengan kondisi lokal
spesifik, bahkan sekarang petani sendiri sulit mendapatkan. Penggunaan tanaman
transgenik jangka panjang bagi pertanian dan perkebunan dapat menimbulkan
penurunan secara drastis keanekaragaman hayati tanaman budidaya, yang di waktu
mendatang menimbulkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengalaman pola
tanam monokultur yang rentan terhadap perubahan lingkungan.
MASALAH
PATEN/HAKI PRODUK BIOTEKNOLOGI
Paten
merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap Intelectual Property Rights
(IPR), Hak atas kekayaan Intelektual (HAKI), seperti hak cipta atau merek
dagang sebagai bentuk insentif dan imbalan terhadap suatu penemuan. Landasan
dari paten ini adalah untuk mendorong penemuan-penemuan komersial, sementara
pengetahuan yang melatar-belakangi penemuan tersebut disebarkan kepada
masyarakat. Pengetahuan tersebut bebas bagi setiap orang untuk menggunakannya
dan memanfaatkannya secara komersial, tetapi hasil penemuan tetap rahasia, dan
ada insentif ekonomi terhadap hasil temuannya.
Masalah
HAKI/Paten merupakan masalah nasional dan internasional yang terus berkembang
dan menimbulkan pro-kontra, dan dapat mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara,
terutama yang berkaitan dengan globalisasi perdagangan dan masalah pemanfaatan
kekayaan keanekaragaman hayati dan kehidupan dunia iptek. Ini permasalahan yang
sangat kompleks terutama karena adanya dorongan keuntungan ekonomi dan
penguasaan pasar.
Di tingkat
nasional, masalah HAM telah dilontarkan terutama oleh kalangan LSM dalam
kaitannya dengan kesepakatan Internasional yaitu Konvensi Keanekaragaman Hayati
(Convention on Biological Diversity, CBD), General Agreement on Tariffs
and Trade (GATT) dan Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property
Rights (TRIPs), dan World Trade Organization (WTO). Pemerintah Republik
Indonesia telah meratifikasi semua kesepakatan internasional tersebut di atas
dan menuangkannya dalam bentuk Undang-Undang Republik Indonesia.
Ketentuan-ketentuan dalam UU HAKI (UU No 13/1997) dirasakan belum mampu
mengantisipasi aspek-aspek kemajuan produk industri bioteknologi. Undang-undang
tersebut antara lain belum bisa menjawab masalah landasan konseptual mengenai
apa yang dapat atau tidak dipaten terutama dalam kaitannya dengan aspek sosio-budaya
dan sosio-ekonomi.
Melalui
TRIP's negara-negara industri berusaha melindungi barang dagangannya dan ini
merupakan kekalahan bagi negara berkembang.
Perkembangan
terakhir dalam masalah IPR adalah bahwa bahan informasi genetik (DNA) yang
merupakan bahan hakiki untuk menunjang kemampuan hidup mulai dipatenkan. Sampai
dengan tahun 1995, kurang lebih ada 1.200 fragmen DNA telah dipatenkan. Proses
pengajuan paten bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan. Namun proses tersebut
sangat ditentukan oleh penyusunan legal text dalam mengungkap
"kebaruan" proses atau produk yang dimintakan paten-tanpa memberikan
peluang bahwa "kebaruan" dapat disadap/dicuri oleh fihak lain. Di
samping itu, kesepakatan dalam CBD dicantumkan pula Access to Genetic Resources
di mana saja oleh siapa saja. Hal ini sangat memungkinkan peluang untuk menang
dalam berlomba memanfaatkan keanekaragaman hayati yang merupakan aset
pengembangan bioteknologi melalui rekayasa genetik oleh negara-negara yang maju
teknologinya ketimbang negara-negara berkembang yang umumnya lebih kaya
keanekaragaman hayati.
Padi boleh
jadi bisa menjadi ilustrasi menarik di sekitar isu ini. Tanaman ini merupakan
bagian kehidupan petani di Asia Tenggara dan bagian lainnya di Asia. Selama
ratusan tahun, pertanian masyarakat di wilayah ini telah mengembangkan,
memelihara dan melestarikan riibuan varietas padi yang berbeda-beda untuk
memenuhi citarasa dan kebutuhan hidup. Pada masa silam, daur dan ekonomi padi
berada dalam kendali langsung para petani itu sendiri, mulai dari produksi
hingga distribusi. Saat ini, ternyata perusahaan global telah mengambil alih
sektor padi. Sementara ini yang sudah diketahui Basmati beras India dan Jasmine
beras Thailand yang menjadi korban. Perluasan sistem paten melalui Perjanjian
WTO tentang Perdagangan yang terkait dengan Hak kepemilikan Intelektual (HAKI)
memberikan hak kepada perusahaan-perusahaan global untuk mengklaim monopoli
kepemilikan terhadap padi, dan kehidupan padi itu sendiri. Ini merupakan
perampokan hayati terhadap bangsa India dan Thailand. Persoalan ini bukan hanya
pencurian intelektual dan kultural, melainkan juga secara langsung mengancam
pertanian masyarakat di Asia Tenggara.
Produk
tanaman rekayasa genetika tampaknya memperoleh jalan mulus untuk masuk
Indonesia. Indikasinya tertera dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan
Varietas Tanaman (RUU PVT) yang memungkinkan impor benih-benih rekayasa genetik
(pengusaha benih antarnegara) apabila di dalam negeri belum ada PVT (Pasal 10,
11). Meskipun belum disahkan sebagai undang-undang namun ada kecenderungan
pemerintah lebih berpihak pad pemulia dan pengusaha. Menteri Pertanian dalam
pidatonya awal September 1999 menyatakan bahwa "tanaman transgenik tidak
membahayakan lingkungan dan bisa dikembangkan melalui percobaan/penelitian di
daerah-daerah". Hal ini makin jelas posisi pemerintah terhadap produk
tanaman rekayasa genetika, dan tidak berpihak kepada petani. Padahal konteks
dukungan bagi hak-hak petani telah jelas tercantum dalam konvensi
keanekaragaman hayati di Rio de Janeiro 1992 Pasal 8.j dan Resolusi FAO 5/89.
Negara dengan
Pertanian Modern
Daftar yang saya buat ini merupakan
berdasarkan apa yang saya ketahui saja, berdasarkan pada informasi dan data
yang saya dapatkan dari berbagai sumber, terlebih saya belum pernah
berkesempatan untuk melihat secara langsung sistem pengelolaan pertanian di
negara tersebut. Mudah-mudahan menjadi doa, suatu hari nanti saya bisa
mengunjungi tempa-tempat tersebut. Inilah daftar negara-negara yang menurut
saya pertaniaannya patut dicontoh :
1. Jepang
Sebagai
negara dengan budaya teknologi yang tinggi, Jepang menerapkan juga teknologi
untuk bidang pertaniannya. Pertanian di negara ini sangat diatur secara detail,
dikerjakan secara serius, mengutamakan teknologi namun tetap ramah lingkungan.
Dengan keunikan pengelolaannya itu, Badan Pertaniannya PBB (FAO) menjadikan
daerah pertaniaan di Jepang masuk dalam daftar Warisan Penting Sistem
Pertaniaan Global (GIAHS). Dengan porsi lahan pertanian hanya 25 % saja,
masyarakat Jepang benar-benar memanfaatkan lahan mereka secara efisien, mereka
menanam di pekarangan, ruang bawah tanah, pinggiran rel kereta, di atas gedung,
pokoknya setiap lahan yang dapat dimanfaatkan mereka optimalkan. Pasca Tsunami
yang meluluh lantahkan sebagian lahan pertaniannya, jepang merencanakan sitem
pertanian yang lebih modern. Sistem pertanian yang dijalankan oleh robot, seperti
traktor tanpa awak, mesin tanam dan mesin panen. Untuk menghalau hama jepang
akan menggunakan teknologi lampu LED.
2. Belanda
Menurut saya
negara ini sangat mengagumkan dalam hal pengelolaan pertaniannya. Dengan luas
wilayah yang relatif kecil bila dibandingkan Indonesia, pada tahun 2011 Belanda
mampu menjadi negara peringkat 2 untuk negara pengekspor produk pertanian
terbesar didunia dengan nilai ekspor mencapai 72,8 miliar Euro. Produk
andalannya adalah benih dan bunga. Sektor pertanian merupakan pendorong utama
ekonomi di Belanda dengan menyumbang 20% pendapatan nasionalnya. Kunci dari
majunya pertanian di Belanda adalah Riset. Kebijakan-kebijakan dan teknologi di
adopsi dari riset-riset yang dilakukan para ahli. Salah satu pusat riset
pertanian yang terkenal disana adalah universitas Wageningen.
3. Amerika Serikat
Amerika
Serikat terkenal sebagai penghasil kacang kedelai, gandum, kapas, kentang dan
tembakau di dunia. Harga produk-produk tersebut sangat mempengaruhi harga
di dunia. Pertanian di sana dikerjakan dengan luas kepemilikan lahan yang luas,
dikerjakan dengan teknologi pertanian yang hampir separuhnya dilakukan oleh
mesin. Sistem irigasi dalam pengelolaan air pun di buat lebih efisien.
4. Taiwan
Hasil ekspor
produk pertanian di negara ini adalah USD 11,8 miliar atau 1,5% pendapatan
nasionalnya. Seperti juga di negara dengan pertanian lainnya, separuh
pengerjaan dilakukan dengan teknologi canggih. Contohnya dalam penanaman padi,
mereka menerapkan sistem yang sangat berbeda dengan Indonesia. Bila di
Indonesia bibit padi di semai pada satu hamparan sebelum dipindah pada lahan
sawah, di Taiwan bibit padi dimasukan suatu wadah pot segi empat dengan
ketinggian 2 cm, saat tanam menggunakan mesin dengan kecepatan 3 jam/ha. Cara
ini dapat menghemat waktu, tenaga, biaya serta menghasilkan pertumbuhan padi
lebih baik, karena pada saat tanam tidak perlu mencabut bibit dari persemaiaan
yang akan membuat tanaman stress dan memerlukan waktu untuk adaptasi.
Dari kesemua negara yang saya
sebutkan tadi, ada “benang merah” yang membuat mereka maju dan terdepan dalam
teknologi pertaniaan, yaitu dukungan pemerintahnya melalui kebijakan-kebijakan
yang berpihak terhadap petani, mengatur dan menata pengelolaan pertanian
menjadi teratur, tertata dan mensejahterakan. Saya amat yakin, dalam hal
sumberdaya manusia Indonesia pun tak kalah hebat, tinggal bagaimana menciptakan
suasana yang kondusif di pertanian kita,
KESIMPULAN
Pertanian adalah suatu komponen
penting dari kehidupan ini. Tanpa adanya pertanian kehidupan di dunia ini tidak
akan berlangsung. Seiring dengan perkembangan zaman pertanian pun berkembang
pula dengan berbagai jenis bentuk. Baik dari segi peralatan yang digunakan,
tenaga kerja, maupun lahan dan penemuan - penemuan baru tentang pertanian.
Perkembangan ini biasa di sebut dengan pertanian Modern, yaitu pertanian
menggunakan alat-alat atau teknologi modern dalam pengelolaan pertanian.
SARAN
Semoga apa yang telah di sampaikan
dalam makalah ini dapat barmanfaat terutama dalam pengembangan pertanian di Indonesia.
Sebaiknya dalam membuat makalah tentunya mencari informasi dari berbagai
sumber. Agar materi yang di sampaikan dapat lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Asparno, marzuki. 1990. pertanian modern dan
masalahnya. Andi Offset.
Yogyakarta: erlangga
Gardner,F.P.,R.Brent pearce dan
Roger Mitchel.1991. Budidaya tanaman modern. Penerbit universitas Indonesia:
Jakarta
Hasan, basri jumin.2011. perkembangan pertanian
modern.
Hendarto, kuswanto. 2010. Teknologi pertanian modern.
Gramedia: Jakarta
Mahida, U.N.2011. Penggunaan industry bidang
pertanian. Universitas Andalas: padang
Yusnita. 2008. Pemanfaatan kultur
jaringan pada budidaya pertanian. Universitas Indonesia: Jakarta.